Jombang sudah dikenal sejak dahulu kala sebagai kota santri. Banyaknya pondok pesantren yang berdiri di wilayah Jombang menjadi ciri khas bahwa kota ini memang layak dijuluki sebagai kota santri.

Menjelang sore setiap Bulan Ramadhan tiba, jalanan depan pondok pesantren selalu ramai berlalu lalang santri dan santriwati yang sejenak diijinkan untuk mencari takjil.

Berbaur dengan masyarakat umum, yang sama-sama memakai sarung dan kopyah hitam menegaskan bahwa memang orang-orang Jombang berbudaya nyantri dan mudah beradaptasi.

Tidak sedikit ditemui di mall-mall besar Jombang, dengan nyamannya orang-orang lincah berjalan kesana kemari berbelanja memakai sarung dan garmis bagi kaum wanitanya.

Sehingga, dimanapun orang Jombang berada, budaya pakai sarung yang melekat sebagai budaya santri turut terbawa dan menjadi ciri khas bahwa orang itu adalah orang Jombang.

Padahal secara geopolitik, Kabupaten Jombang dihuni dan tumbuh menjadi pusat budaya bagi 6 agama yang sah diakui oleh negara.

Multikultur dan multietnik menjadikan Kabupaten Jombang dinobatkan sebagai salah satu Kota Pluralis di Asia Tenggara pada tahun 2018.

Tidak berlebihan jika Jombang pantas mendapat penghargaan tersebut. Karena selama ini tidak pernah ditemukan kasus kekerasan SARA terutama agama di wilayah Jombang.

Terbukti, salah satu bangunan tertua di Jombang adalah Klenteng Hong San Kiong yang berdiri sekitar tahun 1700 an. Tempat ibadat agama Tao, Konghucu dan Budha itu berdiri di pinggir selatan Kabupaten Jombang, tepatnya di Desa Gudo, Kecamatan Gudo.

Keberadaannya dikenal sebagai ikon sejarah peleburan antara warga pendatang, Tionghoa, dengan penduduk setempat yang mayoritas muslim dari etnis Jawa,

Di timur kabupaten Jombang, berdiri kokoh Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) di kecamatan Mojowarno. Pembangunan gereja ini dimulai sejak 24 Februari 1879. Hingga kini antara jemaat gereja dengan masyarakat sekitar hidup dengan rukun.

Pura Amerta Buana yang berada di Dusun Ngepeh, Desa Rejoagung, Kecamatan Ngoro berdiri tahun 1979 silam. Lokasinya tidak jauh dari Masjid Utama Dusun Ngepeh. Sebagai pusat keagamaan umat Hindu di Jombang.

Pondok pesantren di Jombang juga tidak kalah populer, seperti Pondok Pesantren Tebu Ireng, Pondok Pesantren Darul Ulum, Pondok Pesantren, Pondok Pesantren Gading Mangu dan Pondok Pesantren Muhamdiyah Jombang semuanya berdiri dan saling menjaga silaturahmi dalam ukhuwah islamiyah meski berbeda ormas.

Lingkungan yang plural membentuk karakter moderat masyarakat Jombang, sehingga menciptakan beberapa perspektif unik terhadap orang Jombang.

1.  Orang Jombang Pasti Suka Guyon

Dibalik perspektif jika orang Jombang pasti nyantri, ada perspektif lain yaitu suka guyon. Orang Jombang dikenal sebagai sosok yang suka mencairkan suasana dengan guyonan yang dapat diterima oleh semua orang. Hal tersebut terjadi karena orang Jombang terbiasa bersilaturahmi alias nongkrong sambil ngopi sehingga dalam hidupnya terasa hanya ada kebahagiaan.

2. Orang Jombang Pasti Tukang Pimpin Doa

Efek perspektif nyantri, sangat terasa ketika dalam suatu hajatan. Pasti mereka yang mengenal bahwa di dekatnya ada orang Jombang, langsung menunjuk dan mempersilahkan untuk memimpin doa. Tidak jarang juga ditunjuk sebagai imam shalat. Menandakan bahwa keilmuan orang Jombang memang sudah diakui kepandaiannya. Padahal, meski tagline orang Jombang adalah “Jombang Beriman” bukan berarti semua orang nyantri. Karena orang Jombang pada dasarnya dibentuk oleh dua golongan kaum yang beririsan yaitu Ijoan atau kaum religius dan Abangan yaitu kaum nasionalis. Itulah yang menyebabkan kenapa wilayah tersebut dinamai Jombang.

3. Orang Jombang Pasti Tawadhu

Tawadhu atau perilaku rendah hati dan tidak sombong terbentuk karena pengaruh pondok pesantren yang kuat melekat dan mengakar di  masyarakat pedesaan di Jombang. Tawadhu seorang santri kepada Kyai, membentuk karakter rendah hati bagi orang Jombang. Sehingga banyak ditemui tokoh-tokoh nasional dari Jombang yang sukses menjadi teladan atau guru bangsa. Di perantauan orang Jombang terkenal sebagai orang yang pandai diajak bergaul. Berteman dengan siapapun, menghargai golongan apapun, dan tidak  merasa paling benar, menjadikan orang Jombang mudah diterima dimanapun.

Karakter dan perspektif nyantri di kalangan masyarakat Jombang, memang kental dan dipengaruhi oleh budaya pondok pesantren. Meski terkenal nyantri dan religius, bukan berarti menjadi sepenuhnya pembenaran bahwa orang-orang Jombang pasti berbudi dan berkelakuan baik. Sikap atau karakter nyantri sejatinya tumbuh di dalam hati  bukan hanya berdasarkan perspektif satu sisi.


Baca Juga :