Kereta api di stasiun (Dokpri)


Salah satu nikmat menjadi railfans yang memiliki intensitas mobilitas kerja tinggi dari satu kota ke kota lainnya dalam waktu yang relatif singkat adalah menikmati perjalanan dengan ular besi secara gratis karena diclaim kantor.

Sembilan tahun lamanya, kereta api menjadi moda transportasi pilihan setiap melakukan perjalanan. Dimulai dari 2015 perjalanan Malang-Jombang.  

Lalu secara rutin menaiki kereta api sejak memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di kota tembakau, Jember, Jawa Timur pada 2016 silam.  Setiap 3 atau 4 bulan sekali pasti pulang menggunakan kereta api.

Untung saja, saya menjadi raifalns setelah masa Pak Jonan menjabat Direktur Utama KAI pada 2009-2014 silam. Berkat tangan dinginnya, KAI bertransformasi menjadi moda transportasi publik yang nyaman dan aman.

Meski belum pernah merasakan naik kereta api era pra zaman Pak Jonan, yang konon katanya penuh dengan berbagai aroma tubuh dan sensasi yang memicu adrenalin, seperti pedagang asongan masih berlalu lalang di gerbong, penumpang duduk sembarangan, merokok bebas di dalam gerbong atau hewan ternak yang nangkring dibangku penumpang lengkap dengan sangkarnya. 

Romantisasi Perjalanan Berkat Kereta Api Indonesia

Perkenalan pertama kali dengan Kereta Api dhoho penataran saat itu perjalanan Malang-Jombang harga tiket cuman ceban.  Lalu kenal dengan Kereta Api logawa dan Sritanjung, yang setia menemani perjalanan pulang pergi Jombang-Jember, Jember-Jombang mahasiswa perantauan dengan harga yang terjangkau.

Setelah lulus kuliah, penempatan kerja di Temanggung, Jawa Tengah, setiap pulang atau ke Jakarta pasti memilih kereta api. Naik dari Stasiun Tugu, Yogyakarta, banyak pilihan kereta api disana ada Ranggajati, Logawa, atau Sritanjung.

Dua tahun selepas itu, penempatan di Indramayu-Subang, Jawa Barat, setiap pulang pasti memilih Bangunkarta atau Gaya Baru Malam Selatan. Sesekali jika kehabisan tiket, pasti lari ke Stasiun Cirebon menaiki Ranggajati yang super nyaman.  Tidak terasa sudah sebegitu lamanya, hubungan saling cinta ini terjalin, sungguh perjalanan kerja yang diromantisasi berkat Kereta Api Indonesia.

Keasyikan Zoom Meeting Hingga Tidak Sadar Salah Turun Stasiun

Kembali bernostalgia, Mei 2023, sepulang dari agenda kantor di Jakarta Timur, kereta api Dharmawangsa menjadi pilihan. Berangkat dari Stasiun Pasar Senen, Jakarta dengan tujuan Stasiun Haurgeulis, Indramayu. Berangkat pukul 08.55 WIB estimasi sampai 11.07 WIB.

Sepanjang perjalanan, laptop menyala, tangan mengetik, mata tertuju pada layar laptop, telinga fokus mendengarkan narasumber yang sedang memberikan materi di seminal agribisnis online lewat zoom, sembari nyambi mengerjakan tugas-tugas kerja yang harus buruan diselesaikan, bekejaran dengan sang waktu deadline.

Hingga jam di laptop sudah menunjukkan 11.07 WIB, saatnya persiapan untuk turun kereta. Dengan jalan penuh percaya diri, sang kaki melangkah cepat meninggalkan kereta api. 

Hingga menyadari, SALAH TURUN stasiun. Tulisan di atas pintu masuk stasiun "Pegaden Baru +27 M" menyadarkan, ternyata masih di Stasiun Pegaden Baru, Subang bukan Stasiun Haurgeulis, Indramayu. 

Seketika langsung balik badan dan mengejar kereta api yang sudah mulai berjalan pelan meninggalkan stasiun menuju pemberhentian selanjutnya. Dari kejauhan nampak pak kondektur terdengar teriak-teriak.

"Naik aja dulu mas, naik, cepat naik...naik cepat!" Teriak Pak Kondektur berkumis itu.

Seketika menjadi tontonan penumpang lain, baik yang di kursi tunggu stasiun atau di dalam kereta.

Diinterogasi Petugas Keamanan Di Bordes

Syukurlah, waktu masih berpihak, uluran tangan Pak Sekuriti menyelamatkan saya kembali menaiki kereta api Dharmawangsa.  Nafas engap-engapan, berdiri gemeteran di bordes kereta.

Untungnya, ada petugas keamanan dan mas-mas petugas kebersihan yang membantu untuk naik ke gerbong kereta dengan cepat menarik tangan saya.

“Tujuan kemana mas? kenapa bisa terlambat? untung keretanya belum berjalan cepat, bahaya kalau tadi mas-nya sampai jatuh” baru juga tenang sudah diberondong pertanyaan oleh petugas keamanan.

"Saya gak telat, saya salah turun stasiun, gara-gara keretanya delay, maaf ya pak" jawabku dengan nafas perlahan mulai stabil.

Sepanjang perjalanan Stasiun Pegaden Baru hingga Stasiun Haurgeulis, memutuskan duduk di bordes kereta sekitar 10-an menit. Walau nampak dekat, tetapi kalau harus naik ojek ya masih lumayan jauh sekitar 20 km melewati persawahan. Lebih baik lari-larian balik naik kereta api lagi.

Tepat 11.17 WIB Kereta Api Dharmawangsa tiba di Stasiun Haurgeulis. Sungguh perjalanan yang menyehatkan. Lain kali, 20 menit sebelum  jadwal pemberhentian kereta pastikan kembali kalau kereta api sudah benar berhenti di stasiun tujuan, biar tidak salah turun.