Persaingan adalah sejatinya hal yang wajar terjadi dalam kehidupan anak Adam dan Hawa. Bisa jadi persaingan pertama yang terjadi di permukaan bumi ini adalah ketika anak keturunan Adam yaitu Habil dan Qabil bersaing agar pengorbanannya diterima Tuhan, hingga kisah tersebut turun temurun dikenal sebagai kisah tragis pertama di bumi.
Banyak orang berpandangan jika persaingan adalah perbuatan yang tercela (melihat dari kisah persaingan pertama manusia di bumi), padahal persaingan bisa dimaknai positif sebagai sebuah motivasi atau semangat dalam menggapai cita-cita yang pencapaian tersebut bisa jadi juga cita-cita banyak orang. Bagaimana bisa persaingan dianggap sebagai motivasi?
Ya, persaingan memang bisa dianggap sebagai motivasi, baik motivasi positif atau motivasi negatif. Ada orang yang melihat persaingan sebagai kekacauan bahkan kemunduran, terutama bagi mereka yang mencintai kenyamanan (Kata lain dari kedamaian). Namun, hanya mereka yang mempunyai jiwa fighter akan bertahan dan menjadikan pesaingnya sebagai partner. Hingga lahirlah yang dinamakan Sparring Partner yaitu kawan tanding, lawan tanding atau mitra tanding.
Nampak ambisius memang rasanya jika membahas mengenai Sparring Partner. Mengapa demikian?
Ibaratkan bermain tinju, sebelum pertandingan dilaksanakan pasti pelatih akan mengadakan simulasi pertandingan atau sparring. Lawan tanding yang ditunjuk adalah mereka yang memiliki kualitas diri paling tidak satu tingkat diatasnya. Tujuannya adalah agar taktik bermainnya berkembang. Ya normal saja, karena sebenarnya manusia mempunyai sifat yang tidak ingin merasa kalah dibandingkan manusia lainnya. Hal tersebut memacu untuk berkembang, lebih giat berusaha dan tidak mudah menyerah.
Pernah melihat tidak dua orang yang memiliki bisnis dibidang yang sama, tetapi mereka tetap saja hidup berdampingan dan bisnisnya sama –sama maju, kenapa bisa?. Karena mereka menganggap bahwa sparring partner-nya adalah motivator bukan sebagai kompetitor apalagi predator.
Pemilihan sparring partner amatlah sangat penting, salah memilih dapat berakibat pada salah strategi dan berakibat fatal. Contohnya saja dalam persaingan di dunia politik, jika lawan politik yang dijadikan sparring partner mereka yang mempunyai citra buruk, menerapkan strategi politik kotor maka kita akan dengan mudah terjerumus mengikuti permainan mereka, apabila dalam diri kita juga tidak dilandasi dengan kekuatan prinsip yang baik. Apa yang menjadi cita-cita dapat tercapai, tetapi apakah capaian itu bisa diterima oleh hati nurani? tentunya tidak. Cara kita mencapai target menentukan kualitas diri kita yang sesungguhnya.
Siapa saja pantas menjadi sparring partner, entah orang tua, pacar, artis idola, tokoh favorit bahkan orang lain yang belum pernah kita kenal sebelumnya yang hanya kita tau capaian akhirnya saja bisa menjadi sparring partner. Jika kita melihat orang lain berhasil maka sikap positif kita dalam meresponnya adalah “Jika dia bisa, saya pasti bisa”. Hal tersebut pasti menumbuhkan motivasi bagi kita, sadar atau tidak maka kita sudah memiliki sparring partner.
Bukan bermaksud menumbuhkan jiwa kompetitor, layaknya mesin mobil yang perlu dipanaskan dulu sebelum mengaspal. Sparring partner bisa jadi katalis untuk jiwa-jiwa rebahan kembali gerak. Sebelum punya pacar berangkat kuliah sering telat, suka bolos kelas, namun sejak bertemu si pacar, sudah tidak pernah bolos kuliah, nilai IPK naik menjadi 3++. Itulah salah satu makna pentingya peran sparring partner.
Sparring partner hadir bukan untuk mengerdilkan usaha kita dan menjadi ancaman dalam menggapai cita-cita. Layaknya partner atau pasangan maka akan berjalan beriringan hingga masing-masing tercapai cita-citanya. Jika mereka yang dianggap sebagai sparring partner memiliki sikap menjatuhkan sudah selayaknya kita berhenti menjadikan dia sebagai sparring partner. Jika masih berdampak positif, tetap pertahankan. Lalu, Siapa Sparring Partner-mu?
0 Comments