Nampaknya bulan Maret tahun ini menampilkan raut muramnya. Kondisi warga bumi yang sedang tak baik-baik saja dengan kehadiran virus corona covid-19 yang telah banyak memakan korban. Ruang gerak dibatasi seolah-olah diluar rumah banyak sekali kekacauan sehingga #dirumahsaja menjadi seruan dunia untuk mengurangi dampak pandemi tersebut.
            Teh hangat khas pegunungan sindoro menjadi kawan bercerita pada barisan angka dan huruf yang selalu menjadi pendengar setia. Rintik-rintik suara gerimis hujan sore hari semakin menambah semangat untuk menceritakan semua isi hati pada mereka. Usia memang ditangan Tuhan, tetapi terlalu bodoh jika kita hanya berdiam diri, padahal Tuhan telah menganugerahkan akal dan perasaan kepada mahkluknya yang bernama manusia. Bukankah Tuhan sudah berjanji dalam kitab-Nya siapa yang bersyukur maka akan ditambah nikmatnya? Lalu kenapa masih enggan untuk sekadar merenungi dan berterimakasih, padahal semua yang sekarang terjadi adalah ulah tangan kita sendiri.
            Bertambahnya waktu bagi seorang manusia dimaknai sebagai berkurangnya usia dalam menapaki jalan kehidupan. Beberapa episode dalam hidup memang bisa dianggap sebagai peristiwa bersejarah seperti kelahiran, karir dan bahkan kematian. Manusia tidak bisa memilih dari rahim siapa dia dilahirkan, manusia hanya akan dinilai baik dalam hidupnya jika orang lain menilai dia berdampak positif bagi kehidupan orang lain, apalagi kematian, kapan, dimana, dalam keadaan bagaimana manusia tidak bisa memperkirakan. Tetapi taukah kalian setelah kematian apa yang terjadi pada manusia?
            Perjalanan hidup setiap manusia memang berbeda, ibaratnya sekalipun bermill-mill langkah yang ditempuh manusia, hanya akan ada satu yang menjadi bekal kehidupan setelah kematian yaitu amal perbuatan. Akhir perjalanan dari berlari dengan usia tidak ada satupun yang bisa memperkirakan terjadi pada titik akhir angka ke- berapa. Tugas kita sebagai manusia hanyalah berbuat yang terbaik kepada siapapun dan dalam keadaan bagaimanapun.
            Memang usiaku kini belum seperempat abad, perjalanan hidup barulah masuk pada episode baru yaitu mengenal kehidupan manusia dewasa yang ternyata amatlah sangat keras, butuh adaptasi cepat. Perlahan menanggalkan identitas sebagai Anak Baru Gede, kadang kalanya membuatku stres. Kehidupan percintaan yang anehnya justru kini tak lagi nampak menarik, yang ada dalam pikiran hanyalah bagaimana menjadi manusia dewasa yang independen seutuhnya, yang berbuat apa saja tidak ada yang menggunjing.
            Lalu cita-cita bagaimana ?. Tidak ada yang perlu dirisaukan dengan cita-cita, semua akan berjalan pada relnya. Karier dan cita-cita semua akan berjalan beriringan meski ada salah satu yang berjalan lebih cepat dan satunya lagi berjalan lebih lambat. Beberapa orang membutuhkan sparring partner untuk memotivasi dirinya dalam menggapai apa yang barangkali dia sebut mimpi.Yah, kali ini akupun membutuhkan itu.
            Titik balik kehidupan manusia pasca puber, ketika terlalu awal mengenal cinta dan belum siap mengenal patah hati, barangkali bisa disebut alasan mengapa kini kehidupan percintaan nampak amat sangat tidak menarik. Atau, hujan sore hari ini belum cukup untuk membuat hati yang keras menjadi lunak.
            Usia 22 Tahun, bukan lagi usia anak-anak juga belum bisa dikatakan sebagai usia-nya manusia dewasa. Banyak kisah dan capaian yang sebenarnya ingin diceritakan, tetapi sadar semakin banyak bercerita semakin membuka lebar pintu nostalgia. Untuk semua capaian dan kegagalan di 22 tahun perjalanan hidup aku berterima kasih. Apapun yang terjadi Life Must Goes On~ #Janganmanja