“Careta kaanga’an kaluawarghe derih poncanah temur jebeh,
kabbi nganggep kancah, keng engkok
nganggep keluarga, seneng sosso abereng”
Memang
tak ada yang bisa mengalahkan sedapnya aroma kopi posong yang diseduh
hangat-hangat apalagi dimalam hujan
seperti ini. Tak sengaja membuka album foto-foto lama pada masa “jas biru”
dulu. Serasa aroma wangi bunga kopi yang bermekaran di sekitaran saung, kembali
menarik diri untuk sejenak bernoltagia pada masa itu.
September
2016, dengan langkah berat hati harus memaksa kaki melangkah menuju negeri di
ujung timur jawa, setelah metropolitan tak mengijinkanku melanjutkan pendidikan
diatas tubuhnya. Menjalani hari-hari pertama masa perkenalan mahasiswa baru
semua terasa asing, bahasanya, orang-orangnya, dengan sosial budaya yang
berbeda meski kita sama-sama berasal dari satu daratan Pulau Jawa.
Lambat
laun, semua tak lagi terasa asing, hingga tersadar bahwa kini aku sudah punya
keluarga baru yang kehangatannya melebihi duduk manis di depan tungku pemanas,
ya keluarga itu adalah Produksi Tanaman Perkebunan Angkatan 2016. Banyak cerita
dan kisah yang kita tulis bersama, dari cerita yang paling menyenangkan hingga
yang paling memilukan semua.
Berangkat
pagi pulang petang, yah demikianlah rutinitas kita, bahkan Sabtu Minggu-pun
harus ngampus jika praktikum belum selesai di hari sebelumnya, jadi tidak heran
jika intensitas pertemuan kita sangat padat. Apalagi waktu praktikum tembakau,
bisa dibilang 12 dari 24 jam kita habiskan bersama.
Jangan
berpikir dengan intensitas pertemuan kita yang padat, perselisihan, petengkaran
bisa dihindari, nyatanya sudah tak terhitung berapa kali kita berselisih paham,
bertengkar hingga perang dingin, biasanya sih karena merasa yang paling benar
diantara yang lain, tetapi itu tidak berlangsung lama, karena sadar kita adalah
keluarga.
Bisa
dibilang “keluarga” kita adalah keluarga yang multitasking, punya hobi dan
bakat yang beranekaragam. Ada yang pandai dalam bermusik, berolahraga,
beladiri, menciptakan karya-karya seni seperti film pendek, dan tulisan, ada
juga yang ahli dalam berdagang seperti berdagang sambal buatan sendiri, oline
shop atau jual beli hewan ternak. Tak jarang setiap ada acara jurusan atau
kampus pasti nama Program Studi sering terdengar karena teman-teman kita yang
pandai bermusik atau beladiri pasti selalu tampil.
Maret,
2018, dimana aku harus merasakan mandi air perasan kelapa dan diikat di pohon
palem setelah praktikum. Yah, begitulah ritual yang harus di tempuh jika masuk
di keluarga ini, dalihnya sih biar lebih akrab haha. Ingat tidak kalian, ketika
musim penelitian tugas akhir?. Tidak ada yang mampu berjalan sendirian.
Diantara kita semua saling membutuhkan.
Entah
sudah berapa pasang dari teman-teman kita yang termakan cinta buta gara-gara
cinta lokasi dengan sesama teman kita di program studi ini. Ada yang
mengutarakan cinta langsung diterima, ada yang mengutarakan cinta namun ditolak,
ada yang menyimpan rasa sejak awal semester namun baru jadian menjelang wisuda,
bahkan ada juga yang sedari awal semester pacaran, eh setelah wisuda berakhir
sudah.
Tak
mungkin kehangatan ini tercipta dengan sendirinya tanpa peran dari orangtua
angkat kita yang dengan sabar dan kreatif selalu menciptakan momen agar
keluraga ini semakin erat. Ya beliaulah bapak ibu dosen dan teknisi. Meski
kadang kalanya untuk menghadap bapak ibu saja ketika KHS-an kita harus nitip ke
teman-teman yang rajin. Sekarang rindu itu benar-benar datang bersama
penyesalan.Terimakasih
Dapatkah
kita kembali pada masa-masa itu ?. Ketika cerita Bu Sipol di warungnya lebih
seru untuk didengar daripada angka-angka statistika yang muncul di layar
proyektor kelas, candaan-candaan ringan dari Mr. Kamsun setiap memulai
praktikum di saung maskar besar kita atau mendengar tausiyah admin Prodi kita
tercinta Ibu Susi setiap ada administrasi yang bermasalah, syahdunya hidup
dikala itu....
Agustus
2019, harusnya langkah kakiku ringan untuk meninggalkan keluarga ini, dengan
segala kebahagian yang sudah lengkap aku dapatkan dipenghujung kisah
perkuliahanku. Tetapi aku sadar “ kancah jieh aing “, teman adalah air.
Bagaimana aku bisa mengalir sendirian ketika teman-temanku masih berada di
hulu? Terbendung bebatuan dan mengalir pada arah yang berbeda, tetapi lagi-lagi
aku ingat, hilir kita tetap sama yaitu samudera kehidupan yang maha luas,
semoga kita dipertemukan kembali.
“Kita
menyebut seseorang yang kehilangan ayahnya seorang yatim, sedangkan seorang
duda adalah pria yang kehilangan istrinya. Tapi seseorang yang mengenal
ketidakbahagiaan karena kehilangan seorang teman, dengan napa apa kita harus
menyebutnya? Disini semua bahasa diam dan berdamai dalam ketidakmampuannya”
Joseph Roux.
0 Comments