Celengan Rindu Fiersa Besari ditambah gerimis hujan  bulan  Januari semakin membuat nikmat tarian  tangan dalam menuliskan sebuah cerita, tepatnya nostalgia. Tiga tahun  hidup di belantara kota di ujung pulau Jawa menyisakan kehangatan suatu masa bersama teman, sahabat atau orang-orang dengan berbagai macam rupa. Pada episode ini entah mengapa hati dan pikiran seolah sedang berkonspirasi untuk kembali mengenang masa bersama Romber Sempak Teles atau Rombongan Besar Semangat Kompak Anti Lemes Smanero di Jember (Sebutan khusus alumni SMAN Ngoro Jombang yang sedang menempuh pendidikan tinggi di Jember).
Teras kost jalan kalimantan adalah basecamp pertemuan pertama setelah semua personil tiba, saling berbagi cerita dan wejangan untuk persiapan menjelang ospek kampus. Dua bulan sudah masa ospek berakhir, kini kita telah sah disebut mahasiswa. Hari raya bagi Romber Sempak Teles ada tiga, yaitu Hari Raya Ulang Tahun, Hari Raya Sabtu Malam Minggu dan Hari raya Traktiran Ulang Tahun, yang kesemuanya di hari itu kita pasti berkumpul, jadi tidak heran jika solidaritas kita kuat.


Namanya juga rombongan besar pasti di dalamya banyak rupa, karakter dan cita. Ada 8 cewek yaitu Ratri ibu Guru SD, Kumala Asdos Laboratorium Pertanian, Jeni Ahli Farmasi, Riscy anak Abu Musa Jabir, Anggun Perekem Medis, Mita Perawat, Devi ahli kesehatan masyarakat, dan Lisa guru matematika. Tiga cowoknya yaitu Eka “mbombom” ahli kesehatan masyarakat, Dimas Ahli Akuntan dan Dodik Profesor Biologi Tanaman Pertanian. Suka duka, bahagia lara, tawa tangis kita jalani bersama selayaknya sebuah keluarga.
Banyak momen-momen bersama yang sampai kapanpun akan tetap terkenang. Wisata ke Banyuwangi contohnya. Berangkat dari Stasiun Jember Kota menuju Stasiun Banyuwangi Baru menggunakan Kereta api yang seharusnya pukul 04.30 WIB sudah berangkat, kita sampai di stasiun Jember Kota pukul 04.35 WIB, akibatnya kita tertinggal kereta api dan harus mengejar ke stasiun berikutnya. Penyebab tertinggal kereta api adalah karena kita bangunnya telat. Selain itu kita juga harus saling jemput. Teringat benar saat Dodik harus membonceng Mita, Jeni dan Anggun menggunakan motor metic didinginnya waktu subuh. Untung saja pak masinis kereta api bersedia menunggu, jadinya kita tetap bisa berangkat wisata ke Banyuwangi menikmati alam pantai Watu Dodol di Selat Bali padahal diperjalanan berangkat ke stasiun tadipun motor Dodik sempat kehabisan bensin. Sepulang dari Banyuwangi ternyata helm Dimas hilang, lengkap sudah nasib sial yang menimpa kita saat itu.


Manusia seusia kita (20 tahunan) memang rentan mengalami penyakit “galau”, dan disitulah peran teman sangat dibutuhkan. Setiap kita kumpul bertepatan dengan hari raya pasti banyak hal yang kita bahas salah satunya yaitu mencurahkan isi hati. Pertengkaran dengan pasangan, kasmaran, hingga putus cinta. Tidak hanya itu beban tugas praktikum, kuliah ataupun organisasi pasti seketika hilang saat berkumpul.
Tidak terasa kini 3 tahun perjalanan waktu sudah tiba, artinya perpisahanpun pasti segera menghampiri. Pasar Tanjung Jember akan menjadi saksi dua orang kawan Riscy dan Jeni yang selalu bersedia menemani Dodik belanja  ketika dia sedang ingin masak makanan sendiri, tengah malam  harus mengantarkan Mbombom keliling kota mencari dokter buka karena sedang demam parah, menenangkan kumala yang sedang menangis seperti orang kesurupan di kost Dimas karena sedang ada masalah dengan pasangannya, sama halnya dengan Ratri yang menangis sepanjang jalan pulang dari Kost Jeni ke kostannya karena masalah yang sama, atau Dodik yang setiap akhir bulan “numpang” makan di Devi, itu hanyalah 10 % dari 100% kebersamaan yang kita ciptakan selama ini. Semua dari kita mempunyai versi cerita pahit manis yang berbeda, namun sama pemerannya.
Ada satu hal yang sampai sekarang belum terwujud, yaitu Malam Keakraban “Makrab”, disusun dari semester 1 hingga menjelang perpisahan namun hanya menjadi sebatas wacana. Tidak apa jika itu menjadi alasan kita di kemudian hari dimasa depan untuk kembali berkumpul di hari raya untuk mengenang kebersamaan yang telah kita buat selama ini. Ceritakan kepada mereka (anak isteri suami kalian) bukan kita yang menunggu kereta api, melainkan kereta api yang justru menunggu kita. Terimakasih kawan.